- Home »
- Bahasa Indonesia »
- KUMPULAN HIKAYAT (Lengkap Dengan Unsur Instrinsik Dan Ekstrinsik)
Abd. Syawal A. Dali
On Minggu, 19 Mei 2013
KUMPULAN HIKAYAT
(Lengkap Dengan Unsur Instrinsik Dan Ekstrinsik)
“PERKARA SI BUNGKUK DAN
SI PANJANG”
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang sulit sebagai ternyata dari contoh yang di bawah ini:
Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk
pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka
pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada
suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu.
Maka ditantinya 1) kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada
lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan
istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka
akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka
orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, "Apa upayaku hendak
menyeberang sungai ini?"
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di
seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba, seberangkan
apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini
tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh Bedawi kata
orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka
orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah
sekali ini!"
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam
sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang
tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan
apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu, "Sebagaimana 3) hamba
hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh,
karena air ini dalam."
Maka kata orang tua itu kepada istrinya,
"Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke
dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu,
"Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu.
Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu.
Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk
air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi
itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan
mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga
tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit,
hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya,
"Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."
Maka apabila sampailah ia ke seberang
sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya
segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua
bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua itu.
Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat oleh
orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata
dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku
mati."
Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam
sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu aimya tiada dalam,
maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi itu. Dengan hal yang
demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu.
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu
kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil
Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata
Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"
Maka kata Bedawi itu, "Istri hamba
perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan
dengan hamba."
Maka kata orang tua itu, "Istri
hamba, dari kecil nikah dengan hamba."
Maka dengan demikian jadi bergaduhlah
mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat
hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu,
"Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki
ini?"
Maka kata perempuan celaka itu, "Si
Panjang inilah suami hamba."
Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk, "Baik
kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa
benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu
keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan
itu, "Si Panjang itulah suami hamba."
Maka kata Masyhudulhakk, "Jika
sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di
mana tempat duduknya?"
Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka
itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula
si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Berkata benarlah engkau ini.
Sungguhkah perempuan itu istrimu?"
Maka kata Bedawi itu, "Bahwa
perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah
berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."
Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa,
seraya berkata, “Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu
laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?"
Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu.
Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka
dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Hai orang tua,
sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benamya?"
Maka kata orang tua itu, "Daripada
mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan
perempuan dan di mana tempat duduknya
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang
banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka
hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.
Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan
demikian itu.
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif
bijaksana Masyhudulhakk itu.
Unsur Intrinsik dan ekstrinsik HIKAYAT
Judul
: Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur intrinsik :
·
Tema
: Kesetiaan dan Pengkhianatan dalam Cinta
· Tokoh
:
ü Masyhudulhakk : arif, bijaksana, suka menolong, cerdik, baik hati.
ú …Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah
cerdiknya dan akalnya itu.
ú Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
ú …..Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk,"Baik kepada seorang-seorang
aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga
orang mereka itu.
ü Si Bungkuk : setia pada istrinya, suka mengalah, mudah percaya.
ú Maka kata orang tua itu, "Istri hamba, dari kecil nikah dengan
hamba.
ú Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan
dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk
laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan hamba seberangkan apalah 2)
hamba kedua ini.
ú Maka kata orang tua itu kepada istrinya, "Pergilah diri
dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan
orang Bedawi itu.
ü Si Panjang / Bedawi : licik, egois.
ú Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta
dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan
berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
ú Maka kata Bedawi itu, "Bahwa perempuan itu telah nyatalah
istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan hamba
ini tentulah suaminya.
ü Istri Si Bungkuk : mudah dirayu, tidak setia, suka berbohong,
egois.
ú hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya
akan perempuan itu.Maka kata perempuan itu kepadanya, "Baiklah.
ú ….maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu,
"Si Panjang itulah suami hamba.
· Setting :
ü tempat :
ú tepi sungai : Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan
istrinya.
ú Sungai : turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi
itu
ü Suasana :
ú menegangkan: Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam
juga.
ú Mengecewakan: "Daripada hidup melihat hal yang demikian
ini, baiklah aku mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.
ú Membingungkan: Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu.
Syahdan maka gemparlah.
ü Waktu : tidak diketahui
· Alur : Alur maju
ü Eksposisi :
Mashudulhakk arif bijaksana dan pandai memutuskan perkara-perkara yang
sulit maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah
cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri
berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai.
ü Complication :
….serta dilihatnyaperempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun
sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!
ü Rising action :
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada
perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa
maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan
orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit, hamba jadikan istri
hamba."
ü Turning point :
Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu
maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
datanglah dengan perempuan itu. Masyhudulhakk, "Baik kepada
seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di
dalam tiga orang mereka itu.
ü
Ending
:
Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah
Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah
salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk
akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.
· Poin of View :
ü orang ke-3 :
Maka bertambah-tambah masyhurlah arif
bijaksana Masyhudulhakk itu.
· Amanat :
ü Jangan berbohong karena berbohong itu tidak baik, merupakan dosa,
dan hanya akan menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri
ü Bantulah dengan ikhlas orang yang membutuhkan bantuan
ü Syukurilah jodoh yang telah diberikan Tuhan, yakini bahwa jodoh itu
baik untuk kita
ü Jangan mengambil keputusan sesaat yang belum dipikirkan dampaknya
ü Jadilah orang yang bijaksana dalam mengatasi suatu masalah
Unsur ekstrinsik :
· Nilai religiusitas : kita
harus selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah. Jangan pernah
merasa iri dengan apa yang tidak kita miliki karena apa yang te;ah diberikan
Allah kepada kita adalah sesuatu yang memang terbaik untuk kita. Janagn seperti
yang ada pada hikayat mashudulhakk.
· Nilai moral :
Janganlah
sekali-kali kita memutar balikkan fakta, mengatakan bahwa
yang salah itu benar dansebaliknya, karena bagaimanapun juga kebenaran akan
mengalahkan ketidak benaran.
·
Nilai social budaya :
Sebuah kesalahan pastilah akan mendapat sebuah balasan, pada hikayat ini
diterangkan bahwa seorang yang melakukan keslahan seperti berbohong maka akan
did era sebanyak seratus kali. (Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi
itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.)
· Kepengarangan :
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu
naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini setelah
dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah
yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai
Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya
dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak".. Dinantinya.
“IBNU HASAN”
Syahdan, zaman dahulu kala, ada
seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang, terkenal
kesetiap negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal du negeri Bagdad,
yang terkenal kemana-mana, sebagai kota yang paling ramai saat itu.
Syekh Hasan sangat bijaksana,
mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran
sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun
harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian
atau uang, karena itu banyak pengikutnya.
Syekh Hasan saudagar yang kaya raya,
memiliki seorang anak, laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi,
berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya.
Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya, semua
orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya, namun demikian anak itu, tidak
sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan
sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek, karena itulah kedua orang tuanya
sangat menyayanginya.
Ayahnya berfikir,”Alangkah salahnya
aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan, bagaimana kalau akhirnya,
dimirkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak, mengkaji
ilmu yang bermanfaat.”
Dipanggilnya putranya. Anak itu segera
mendatanginya, diusap-usapnya putranya sambil dinasihati, bahwa Ia harus
mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir, tapi,
pergilah ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.”
Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan
ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani,
semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam
hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan.”
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan
berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua orangtuanya, hatinya sangat sedih,
ibunya tidak tahan menangis terisak-isak, harus berpisah dengan putranya, yang
masih sangat kecil, belum cukup usia.
“Kelak, apabila ananda sudah sampai,
ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri, karena jauh dari orang tua,
harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri,
merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau
begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senangkaena dimusuhi semua orang, tidak
akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada
dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga
diri jangan menganggap enteng segala hal.”
Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa
yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanah aku agar
selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan Ibu akan
kuperhatikan, siang dan malam.”
Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat
dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun,mereka berangkat
berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin
mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun.
Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan,
selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga
dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat do’a Ayah dan Ibunda,
selanjutnya, segera Ian menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.
Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu
Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari
sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?”
Saleh menjawab dengan sopan,”Saya
pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!”
yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?”
“sekolah itu tempat ilmu, tepatnya
tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun
terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai
dengan aturan.”
Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan
tersebut, betapa girang hatinya, di segera
pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna
mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.”
Kyai berkata demikian, tujuan
untuk menguji muridnya, apakah
betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian.
Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak
malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah,
mencari ilmu.
Memang sangkaan orang begitu karena
ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknyapun banyak, hamba tidak usah
bekerja, karena tidak akan kekurangan.
Namun, pendapat hamba tidak demikian,
akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah menunggal dunia, semua
hartanya jatuh ketangan hamba.
Tapi, ternyata tidak terurus karena
saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat
ternyata kalau hamba ini bodoh.
Bukan bertambah mashur, asalnya anak
orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada
saya hanya tinggal melanjutkan.
Pangkat anakpun begitu pula, walaupun
tidak melebihiorang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak
akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.”
Maka, yakinlah kyai itu akan bauk
muridnya.
UNSUR INSTRINSIK
Ø Tema : Bakti seorang anak terhadap orang tuanya
Ø Tokoh :
o
Ibnu Hasan
o
Syekh Hasan
o
Ibu Ibnu Hasan
o
Mairin
o
Mairun
o
Saleh
o
Kyai guru
Ø Penokohan
:
o
Ibnu Hasan = Baik, tidak sombong, kalem, pendiam,
penurut
o
Syekh Hasan = Baik, Bijaksan, Penyayang
o
Ibu Ibnu Hasan = Baik, Penyayang
o
Mairin dan Mairum = Setia
o
Saleh = Sopan
o
Kyai guru = Baik
Ø Plot/Alur :
Alur Maju
Ø Latar :
o
Latar tempat = Negeri Bagdad, Mesir, Pesantren
o
Latar waktu = Zaman dahulu kala, Saat ba’da Dzuhur
o
Latar suasan = Mengahrukan, sedih, Prihatin
Ø Sudut pandang
: Orang ketiga tunggal
Ø Amanat :
Patuhlah kepda kedua orangtuamu, berbuat baiklah kesesama manusia dan janganlah
sekali-kali engkau menyombongkan diri.
UNSUR INSTRINSIK
Ø Agama :
Menganut agama Islam
Ø Pendidikan :
Ibnu Hasan baru saja ingin menuntut ilmu pada kyai guru
Ø Adat istiadat
: Sopan, mengasihi yg kekurangan, dll
Ø Status ekonomi
: Syekh Hasan sangat kaya raya.
“Si Miskin”
Karena sumpah Batara Indera, seorang
raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara
hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya
seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah
Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi
selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai
penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang
perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya.
Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian
seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan,
ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya
untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi
menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar
Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada
tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya
membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya,
dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja
memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera.
Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandunga itu,
lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (=anak di dalam
kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan
membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh
berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.
Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya.
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja
Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi
nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan,
bernama Nila Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan
pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi
Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan
mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri
Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah
Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma
itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu
menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat
terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa
Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan
Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung
untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri,
Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma
ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang
pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan,
teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan
Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya
Chairani berjalan–jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan
terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan
Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah
kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya
Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal
itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah
Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi
karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar
dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat
Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak
menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya
Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari
menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung,
tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah.
Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah
bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya
kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh
Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya
Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama
Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi
Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.
1.
Tema :
Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang
mengalami banyak rintangan dan cobaan.
2.
Alur : Menggunakan alur maju, karena
penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir
permasalahan.
3.
Setting/ Latar :
¯ -Setting
Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi
Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.
¯ Setting
Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan
4.
Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga
serba tahu.
5.
Amanat :
¯ Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
¯ Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.
¯ Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan
rendah hati.
¯ Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah
ke dalam hatinya.
¯ Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
¯ Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
¯ Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan
Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.
Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi
segala hal di dalam hidup kita.
Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada
orang lain.
2. Nilai Budaya
Sebagai seorang anak kita harus menghormati
orangtua.
Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang
tua.
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama
dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang
lain.
4. Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu
kebenarannya.
Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan
nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama
dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu
kebenarannya.
ceritanya bagus,,,, tapi tulisannya lebay sangat,, braayy,,
Mumu mnta saran nhe dari syawal Lw berkunjung di blog Myumyu,,
bermanfaat banget... :) arigatou..
terima kasih blog nya membantu bantu...
trims..
Makasih banyak ya,berkat ini menjadi bermanfaat bagi saya
Thanks :D :like:
Kereen...
Nice postt.. Membantu bangeet (y)
Terimakasih, berkat blog kakak ulangan saya dapat 100 :D
Thankss buat blog nyaa, tugas saya dapet 100.
Buat ujiann jugaa nih:D
thanks banget karna udAH membantu tugas sekolah w..
kalo untuk segi tulisan sih masih agak kurang tapi tetep bagus ko paling nanti kalo abis di copy tinggal di ubah aja deh jenis font nya
semoga komentar ini tidak menyakiti penulis wkwkwkwk
God Bless You